Masih rendahnya kecakapan digital masyarakat
Indonesia memunculkan berbagai persoalan, salah satunya adalah maraknya ujaran
kebencian (hate speech) terutama di media sosial. Ini menjadi
tantangan utama akibat pesatnya perkembangan teknologi terutama penggunaan
internet dan media digital yang tak hanya memberikan manfaat bagi penggunanya,
tetapi juga membuka peluang terhadap beragam persoalan.
Rini Darmastuti Kepala Prodi Public Relations Universitas
Kristen Satya Wacana menjelaskan tingkat literasi digital yang masih rendah
menjadi pendorong terjadinya ujaran kebencian di media digital.
Tingkat literasi digital masyarakat Indonesia dalam
menggunakan media sosial masih rendah. Hal inilah yang menyebabkan banyak
ujaran kebencian di media sosial,” ujar Rini dalam Webinar tentang “Melawan
Ujaran Kebencian di Media Sosial” yang digelar Kemenkominfo dan Gerakan
Siberkreasi, Senin (3/10/2022).
Rini menjelaskan ujaran kebencian di media sosial ini dapat
menimbulkan dampak yang serius bagi korbannya. “Jadi kita harus sadar bahwa hal
ini sangat merugikan korbannya. Jangan sampai kita melakukan hal tersebut.
Beberapa dampaknya antara lain Tekanan sosial, stress, trauma, takut berada di
lingkungan sosial bahkan bisa menyebabkan bunuh diri”, ungkap Rini.
Lebih lanjut Dosen London School of Public Relations (LSPR)
Okky Alparessi menekankan penitngnya untuk bijak menggunakan media sosial agar
terhindar dari ujaran kebencian.
“Kita harus bijak dengan lebih memperhatikan apa yang kita
sebar di media sosial, jangan sampai malah yang kita sebar mengundang orang
lain untuk melakukan hate speech kepada kita,” ujar Okky
Okky juga mengimbau pengguna media sosial untuk tidak
sembarangan dalam menyebarkan suatu informasi. “Tidak semua informasi yang
tersebar di media sosial yang sampai ke kita itu benar adanya, jadi terapkan
prinsip saring sebelum sharing suatu informasi yang kita dapatkan,”
katanya.
Relawan Redaxi ajak pengguna media sosial waspada
Anggota Relawan Edukasi Anti Hoaks Indonesia (Redaxi)
Afiyati mengajak pengguna media sosial untuk mewaspadai berita bohong agar
tidak menjadi sumber berita bohong.
“Ada beberapa ciri berita bohong yang bisa menjerumuskan
kita untuk melakukan hate speech kepada orang lain. Cirinya antara
lain judulnya yang provokatif dan cenderung mengiring opini, sumber
informasinya tidak jelas serta informasinya tidak bias sehingga menyudutkan
salah satu pihak”, jelasnya.
Pemateri yang juga merupakan Dosen Teknik Informatika
Universitas Mercu Buana ini menyarankan untuk melakukan cek fakta informasi
yang diterima di media sosial. “Cek fakta informasi tersebut di mesin pencari
google, jika berupa video cek keasliannya di platform Youtube. Jika informasi
berupa foto bisa di cek di Google Image,” terangnya.
“Tidak perlu bangga menjadi orang yang sering membagikan
sebuah postingan di media sosial ataupun chat grup. Lebih baik unfollow dan
meninggalkan grup yang isinya kebanyakan informasi bohong,” tutup Afiyati.